Jumat, 22 Maret 2013

Apa Gunanya Sekolah Tinggi?



 Apa gunanya sekolah tinggi-tinggi kalau hanya menambah-nambah angka statistik pengangguran di Indonesia? Aku bertanya tidak kepadamu, melainkan aku bertanya pada diriku sendiri. Apa yang telah kulakukan pada bangsaku sehingga semakin tahun semakin bertambah saja jumlah pengangguran di negeri yang konon gemah ripah loh jinawi ini. Aku bertanya tidak kepadamu, melainkan aku bertanya kepada diriku sendiri. Apa yang telah kulakukan pada bangsaku sehingga semakin banyak saja orang malas dan bodoh, yang hanya mengandalkan kekuatan baik fisik maupun mental orang lain, dan bukannya memanfaatkan kekuatan diri sendiri…
Lihatlah betapa pelajar sekarang ini begitu mudahnya berbuat curang. Seperti tiada percaya pada kekuatan sendiri. Kekuatan yang sesungguhnya sangat besar namun tiada pernah mendapat kepercayaan sehingga tiada pula kesempatan untuk tampil menjadi penyelamat masa depan. Pusingkah kepala kalian membaca kalimat-kalimat ini? Ya, pusing kepala kalian karena kepala kalian selama ini tiada sedikit pun mendapat kepercayaan dari si empunya kepala.
Mengapa semua ini terjadi? Mengapa begitu mudahnya pelajar Indonesia mencontek? Aku tidak sedang bertanya kepadamu, melainkan kepada mereka yang berpikir bagi masa depan bangsa. Tidaklah kiamat akan datang pada mereka yang tidak berpikir akibat pertanyaanku ini, hanya saja bolehlah aku berdoa yang bagus bagi mereka yang berpikir. Mengapa pula harus ada kata mencontek dan praktek mencontek? Aku tidak sedang bertanya kepadamu, melainkan kepada mereka yang masih punya hati nurani. Hati nurani yang sama sekali tiada berkaitan dengan Deret Aritmatika atau Aljabar, melainkan hati nurani yang akan berkembang bila mendapat reaksi kimia.


Saat petani sedang bergembira menyongsong masa panen tiba, mereka disodok dengan berita menyakitkan nan menyayat hati, bahwa tahun ini pun senyum mereka terpaksa ditunda untuk tahun depan atau kapan-kapan, sebab kebijakan impor beras telah disetujui ‘yang di atas’, setelah sekian lama mereka menahan perih akibat kebijakan impor kedelai, jagung, daging sapi, dan daging ayam.
Kapankah kami punya kesempatan mereguk kebahagiaan? Aku tidak sedang bertanya kepadamu, melainkan kepada mereka yang peduli saja. Harga-harga pupuk dan obat-obatan melambung tinggi, kalaupun bersubsidi, menghilanglah mereka bersama angin. Kapankah kami punya kesempatan untuk sedikit saja tersenyum menyaksikan sarjana-sarjana kita tertarik terjun ke sawah-sawah karena hasilnya yang menggoda? Tidak. Aku tidak sedang bertanya kepadamu, melainkan kepada mereka yang mondar-mandir membawa ijasah, keluar masuk gedung-gedung yang belumlah menjadi ruang kerja mereka. Aku ingin mereka menjawab pertanyaanku dengan kata-kata mereka sendiri, bukan kata-kata hasil copy paste dari orang lain, sebab aku percaya bahwa di lubuk hati mereka yang terdalam, mereka sebenarnya memiliki jawaban. (Pandaan, 10 November 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar