Rabu, 23 November 2011

All About Dhyta

Dhyta, Sita, Donna,


Hari ini hari pertamaku di SMANDA,
tanggal 22 Mei 2009, kelas X.A dan X.B,
di kelas A aku mengenal Patrick,
di kelas B aku mengenal tiga siswi lucu,
Dhyta, Sita, Donna.
Meski mereka pakai bros inisial,
aku tetap sulit hapal,
khususnya yang bernama Dhyta,
karena senyumnya mahal.

Pandaan, 21 Mei 2009
 



Garis Umur


Kau bertanya tentang garis tanganmu,
aku hanya melihat,
tak berani lidah bersilat.
Bukan, Dhyt, bukannya aku mengabaikanmu,
tapi aku takut. Itu saja.
Bukankah Sita sendiri bilang, meramal itu dosa?
(dan garis umurmu yang pendek itu biar Allah yang tahu artinya)

Pandaan, 23 Mei 2009

Friendster


Supaya cepat hapal,
kalian minta aku lihat foto-foto di Friendster.
Kalian selalu bertiga,
Dhyta, Sita, Donna.
:)

Pandaan, 25 Mei 2009


Pusing,

Kau selau mengeluh pusing,
tak kuat berdiri, tak kuat duduk.
Matamu gosong,
Pandanganmu kosong.
Semalam pasti tidak tidur lagi.
Kau bilang: Memang aku tidak bisa tidur, Bu.
Mikir apa, toh, Dhyt?

Pandaan, 28 Mei 2009




Mata minus?

Jangan-jangan matamu minus, Dhyt.
Coba periksa mata.

Pandaan, 30 Mei 2009


Perpisahan


Kalian berpisah,
yang lain masuk kelas IPA,
kamu masuk kelas IPS,
sekelas dengan Patrick dan Nia.
Ruang kelas di ujung, bangku terdepan dekat pintu.
Sangat strategis!
Yang lain di ruang belakang dekat lapangan.
Perpisahan hanya hitungan detik, sebab nyatanya kalian tetap bertemu tiap hari di koridor depan X.B,
menyapa pak Mul,
menyapaku,
menyapa pak No,
menyapa .... Rizky!

Pandaan, di suatu pagi yang cerah tahun 2009


Gila-Gilaan,

Gila-gilaan, bersama teman-teman,
Gila-Gilaan,
Musik apaan itu, Dhyt?
Katrok!
Kau bilang, “Keren, tau, Bu. Dengerin, ta? Harmonisasinya keren. Beda ma musik murahan.”
Kalian pakai celana pensil.
Apaan, Dhyt? Kayak celananya tukang kebun.
Kau jawab, “Nih, lagi nge-trend, Bu...”
Dan ketika Rizky, dkk. mainkan lagu itu di pentas seni, kau tiada henti bergoyang, mengambil gambar, dan tersenyum.
Tak apalah, Dhyt, yang penting kamu senang.

Pandaan, 3 Agustus 2009


Sita, Hebat!


Sita, hebat! Risa, hebat! Ifa, hebat! Ulil, hebat!
Yuvi, hebat! Yola, hebat! Mira, hebat!
Kau bilang, “Sekalian saja, Bu, sebut semuanya...”
Biarin, wek...yang penting mereka semangat.

Final Voli Agustus 2009

Pulang!



“Bu, aku ingin pulang,” katamu.
Kenapa?
“Pokoknya pulang.”
Iya, tapi kenapa?
“Kepalaku berat.”
Nih, pulang sendiri, bawa motorku (kusodorkan kunci motor).
“Aku nggak bisa naik motor, Bu...”
Masa, sih? Segedhe ini nggak bisa naik motor?
“Kalau teorinya bisa...(tersenyum)”
Ada-ada saja, kamu ini.
“Lho, aku, lho gak boleh naik motor sendiri?”
Ya udah, pulang, asal di rumah ada orang. Kalau nggak ada, kita balik lagi ke sekolah.
“Masa, balik lagi?”
Ya, ‘kan lebih aman di sekolah?
“Ada budhe-ku, Bu... Pokoknya anterin aku pulang. Udah nggak kuat aku, Bu.”


Pandaan, Oktober 2009





Festival Musik TD


Band apa?
“Compass,” jawabmu.
Oh, enak, kok...
“Ya, iyalah, Bu...”

Suatu Sore di Januari 2010

Trisula


Kau duduk sendiri,
seperti biasa, dengan HP di tangan,
Dhyt, aku di sini...
“Bu, band-nya Rizky main...”
Iya, enak, kok. Asyik.
Yudho hebat,
“Padahal nggak kursus ya, Bu...otodidak.”
(aku mengangguk)

Suatu malam di bulan Februari 2010




Dhyta...

Tiap kali lewat kelasmu,
aku selalu ingin tahu,
kamu masuk sekolah apa tidak.
Dhyta...
Seringkali yang jawab Nia atau Riris,
“Nggak masuk, Bu...”
“Ke kantin, Bu...”
“Ke Rizky, Bu...”
“Paling juga, ada di koridor, Bu.”
tapi lega kalau yang jawab kamu sendiri,
“Bu,”
“Bu, Riris...”
“Bu, salim, Bu...”
“Bu, aku marahan ma Nia...”
“Bu, pusing...”
“Bu, Rizky gak bales sms-ku. Marahin, Bu.”
“Bu, bagus, ya?” (Lensa kontak abu-abu itu memang bagus di matamu).
“Bu, ajarin pidato...”
“Bu, naskah pidatonya ilang...nggak papa, ya?”
“Bu, Sita, lho, sombong sekarang, nggak pernah kumpul lagi. Alasane proyeksi, proyeksi, proyeksi. Enak aku, ya, bu, nggak ada proyeksi? Hahaha...”
“Bu, awas, ada pak Mul...”

Pandaan, hampir tiap hari sejak tahun 2009 sampai 2010

Madu dan Racun

Malam itu, konser J-Rock di Candra Wilwatikta,
kita bersembilan (Betul, nggak? Bantuin ngitung, minus Donna.)
Ikat pinggang dirampas oknum polisi, dan tiada pernah kembali lagi.
Di dalam,
kalian jingkrak-jingkrak,
mataku membelalak.
Di rerumputan ada sesuatu yang bergerak-gerak,
Astaghfirullah, ular...lari di sela-sela kaki penonton yang asyik berteriak-teriak.
“Makanya naik, Bu...” seru Imey.
Tapi tetap saja aku tidak bisa jingkrak-jingkrak,
takut saudara ular itu masih ada lagi yang mau lewat.
Ngeri!
“Ularnya takut sama kita, tenang aja, bu...” seru Rani.
Toh, aku senang lihat kalian semua senang.
Sampai-sampai kita malas pulang.
Yudho sama Sita masih juga berantem. Saling ledek.
Malam itu, kau naik motor sendiri.
Jangan kebut-kebutan, lho, hati-hati.
(Tapi kamu ngebut).
Ya, ampun.

Lupa tanggalnya, kira-kira April tahun 2010



Tentang Pernikahan,

Jangan sampai, Dhyt,
jangan sampai kamu tutup buku buka terop.
Enggak, lah, Bu... Aku tuh, Cuma pingin tau aja.”
Memangnya pelajaran kamu sampai di situ, ya?
(mengangguk)
Nggak pingin kuliah dulu, ta? Katanya pingin kuliah di Surabaya?
“Bu...mesti mbulet.
Waduh, serius pingin tau, ya?
“Iya. Jadi, siapa, Bu, yang berhak nikahin aku?”
Ya, ayahmu, Dhyt.
Kalau tidak ada, ya, kakekmu atau pamanmu dari pihak ayah.
Kalau mereka semua nggak ada, ya, wali hakim.
“Ayahku masih hidup, Bu.”
Katamu dulu beliau sudah nggak ada?
“Enggak, Bu. Ayahku ternyata masih hidup.”

Pandaan, Juni 2010












Pingin Pindah?


“Bu, aku pingin pindah ke Surabaya.”
Kenapa?
“Sumpek, Bu. Pingin suasana baru.”
Kenapa?
“Biar fair.”
Terus, temen-temen di sini bagaimana?
“Apaan? Wong aku gak direken, Bu. Podho sibuk dhewe-dhewe...”
Kalau begitu, kamu ikutan sibuk aja, gimana?
Owalah,”
Lha, maunya gimana?
“Pindah ke Surabaya.”
Sekolah dimana? SMA 8, mau?
“Kok, SMA 8?”
Biar kamu ada temannya,
“Siapa?”
Tita, mantannya Patrick.
“Aku maunya yang deket TP...”
Oh, SMA 6? SMA Girly, nggak punya lapangan bola, dan sering dikunjungi pejabat.
Girly?”
Pinggir kaly. Kalimas. Next to Grahadi. Kalau malam, depannya banyak cewek cantik tapi sebenarnya cowok, Girly.
(tertawa) “Gak ada lainnya, ta, Bu?”
Kenapa juga, pindah? Anak remaja itu kalau bisa serumah dengan orang tua, biar ada yang ngawasi. Kalau nggak ada yang ngawasi, kena pengaruh pergaulan, terus rusak, banyak contohnya. Mau rusak apa bener?
Lha, aku sumpek, Bu.”
Ya, udah. Semua orang juga sumpek. Namanya saja hidup. Ngapain juga dipikir, Dhyt?
“Lama-lama bu Riris kayak bu Eny...”

Pandaan, kalau tidak salah bulan Juli 2010


Kisahmu,

Kau banyak cerita tentang hari-harimu yang melelahkan,
les Matematika,
kursus piano,
kursus bahasa Inggris,
kursus apalagi, sih?
Keluargamu, betapa kau ingin mereka bersatu.
Mamamu, betapa kau ingin berbincang lama dengan beliau, tak sekedar basa-basi semenit dua menit, dan betapa kau ingin beliau berhenti bekerja.
Ayahmu, betapa kau penasaran beliau ada dimana, dan betapa kau ingin bertemu dengan beliau untuk sekedar mengucapkan, “Pa, aku udah gedhe... Aku bisa ini, aku bisa itu...”
dan satu-satunya informasi yang kau punya hanyalah,
beliau tinggal di Malang!

Pandaan, 11 Agustus 2010


Rapor Rizky

Dhyt, Rizky, lho, suruh belajar.
Rapornya jelek.
“Udah, Bu. Dia aja yang malas.”
Kelelahan, mungkin, Dhyt. Tahu gitu nggak usah masuk IPA.
(kamu cemberut)

Pandaan, 5 Januari 2011


Belajar Toefl


“Bu, belajar Toefl ma Sita n Donna kok gak ngajak-ngajak aku, sih?”
Lho, lha kamu gak minta. Ayo, lho, belajar bareng. Jumat pulang sekolah, ya?
“Kasih tau aku, ya, Bu? Bener, lho.”
Iya, pasti.
“Ntar nggak jadi lagi kayak dulu?”
Kalau kita panjang umur, ya, jadi, lah, Dhyt...
“Bener, ya?”
Iya. Insya allah.
“Sms aku, Bu...” kamu berlalu dengan senyum.
Aneh, akhir-akhir ini kamu ceria sekali.

Pandaan, 10 Januari 2011

Tentang Sarapan,

“Bu, kalau makan banyak, ya? Pantesan gemuk.”
Kata anak-anak kelas X, nggak apa-apa kalau aku gemuk, yang penting sehat.
Lagipula, sarapanku ini, yang banyak ‘kan lauk dan sayurnya saja? Nasinya, lho, sedikit. Daripada kamu, tiap hari soto, nggak ada sayurnya. Ada MSG-nya lagi.
“Aku seneng, tapi. Lha sayur sekarang bahaya juga, nyemprotnya pakai pestisida.”
Iya, ya, repot juga. Apa-apa bahaya. Makan apa, dong, kita?
“Makan yang ada aja. Ngapain dipikir?”
Hahaha, bisa saja, kamu, Dhyt...
“Yang penting doa.”
Betul. Soal beracun tidak beracun, serahkan saja pada Illahi. Tetanggaku aja, kalau makan, nasinya ditaburi MSG, tapi sampai sekarang kok nggak mati-mati.
“Belum waktunya, Bu. Ada juga baru lahir langsung mati. Padahal belum merasakan MSG apalagi pestisida.”
Eh, sebentar. Kamu kok sering nemenin aku sarapan?
(Nggak pelajaran, ta?)
“Ssstt....”

Suatu Senin, Januari 2011







Di Kelasmu,

Hari ini aku masuk kelasmu,
kata bu Arlita, kita harus bahas Crop Circle.
Aduh, empat anak masih di luar, ya?
Heran, deh. Aku kok tidak merasakan kehadiranmu, ya, Dhyt?
Padahal kamu duduk di depan sendiri.
Hanya semeter dari aku.
Pasti waktu itu kamu diam saja.
Nggak seperti biasanya, deh.

Pandaan, 19 Januari 2011


Hari Terakhir

Di koridor samping 11-IS1, pagi-pagi sekali, Jumat itu, kita bertemu,
“Bu?”
Ya?
Kau cium tanganku dan aku pun segera berlalu, dan kau pun segera berlalu.
Ah, aku lupa mengingatkanmu. Kita belajar Toefl nanti siang.
Terlanjur pergi kau.
Siang itu aku sudah bersama Sita dan Donna.
Aku SMS kamu, tiada kamu balas.
Aku telepon kamu, tiada kau angkat.
Dhyt, kamu dimana, sih?
Kami kosongkan tempat duduk di depan BK untuk kamu, Dhyt.
Barangkali kamu kembali.
Nggak mungkin, Bu. Dia, lho udah pulang naik motor tadi, boncengan sama Riris,” kata Sita.
Iya, ta? Udah bawa motor sendiri, dia? Beneran?
“Lha wong aku dari kopsis, Bu. Aku hampir ditabrak tadi. Dia bilang ‘bye-bye’ ke aku.”
Kok nggak kamu ajak ke sini?
“Lho, mana tau kalau bu Riris ngajak Dhyta juga...”
Owalah, Nduk, Nduk... Aku dari tadi naruh fotokopian di sini ini ‘kan buat dia?
“Ya, maap...”
Aku SMS kamu, Dhyt. Dimana kamu, Dhyt? Kembali, Dhyt. Kita belajar Toefl sekarang.
Sia-sia, Dhyt, aku miscall-miscall kamu.
Lalu malam yang gerimis itu aku berdiam di depan monitor, online aku, Dhyt.
Warnet dekat sekolah sedang sepi.
Aku buka account buat menyapa murid-murid atau sekedar ngomment status orang.
Hunter nge-chat aku.
Masya allah, Dhyt... nggak mungkin? Inna lillahi wa inna ilaihi raa jiuun...
Selamat jalan, Nak. Semoga allah senantiasa menjagamu.
Aku ke rumahmu. Pukul 21.05 WIB. Kamu telah datang.
Kamu diam. Aku di dekatmu, Dhyt. Aku semeter dari kamu.
Kamu nggak sendirian, kok. Kita banyak di sini,
tapi kamu diam.
Aku ingin cium tanganmu untuk terakhir kali,
tapi kamu diam.
Aku beringsut keluar,
dan kamu diam.
Kamu tiada memanggilku seperti kala aku pergi meninggalkanmu.
Kini aku rindu seruanmu, “Bu, bu Riris.”
Kami di sini, Dhyt. Kami ada di dekatmu.
Jangan kemana-mana lagi.

Pandaan, 21 Januari 2011

Dengar, Dhyta...

Dengar Dhyta,
Saat ini aku tidak ingin bertemu siapapun.
Sebagian jantungku telah pergi,
menyertai kepergianmu ke alam baka.
Biarkan saja aku,
meratapi hari-hari yang lewat tanpa sempat,
walau terlihat di kejauhan, entah mengapa,
kita bertukar kata dan cerita tak seperti biasa.
Waktu begitu jahat menggulung kita lamat-lamat,
dan aku ini tidak sedang merengek, apalagi menghujat.
Aku hanya merasa sedang mengayuh biduk ke hilir.
Jangan hiraukan aku.
Aku hanya mencoba mengenang hari-hariku bersamamu,
yang tiba-tiba direnggut keangkuhan hujan,
hujan yang sedikit namun banyaklah yang basah,
di hari tersentaklah kami bertiga,
karena baru sadar bahwa kami,
akhir-akhir ini,
abaikan kamu, Dhyta.

Sidoarjo, 23 Januari 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar