Dhyta, Sita, Donna,
Hari ini hari
pertamaku di SMANDA,
tanggal 22 Mei 2009,
kelas X.A dan X.B,
di kelas A aku
mengenal Patrick,
di kelas B aku
mengenal tiga siswi lucu,
Dhyta, Sita, Donna.
Meski mereka pakai
bros inisial,
aku tetap sulit
hapal,
khususnya yang
bernama Dhyta,
karena senyumnya
mahal.
Pandaan, 21 Mei 2009
Garis Umur
Kau bertanya tentang
garis tanganmu,
aku hanya melihat,
tak berani lidah
bersilat.
Bukan, Dhyt,
bukannya aku mengabaikanmu,
tapi aku takut. Itu
saja.
Bukankah Sita
sendiri bilang, meramal itu dosa?
(dan garis umurmu
yang pendek itu biar Allah yang tahu artinya)
Pandaan, 23 Mei 2009
Friendster
Supaya cepat hapal,
kalian minta aku
lihat foto-foto di Friendster.
Kalian selalu
bertiga,
Dhyta, Sita, Donna.
:)
Pandaan, 25 Mei 2009
Pusing,
Kau selau mengeluh
pusing,
tak kuat berdiri,
tak kuat duduk.
Matamu gosong,
Pandanganmu kosong.
Semalam pasti tidak
tidur lagi.
Kau bilang: Memang
aku tidak bisa tidur, Bu.
Mikir apa, toh,
Dhyt?
Pandaan, 28 Mei 2009
Mata
minus?
Jangan-jangan matamu
minus, Dhyt.
Coba periksa mata.
Pandaan, 30 Mei 2009
Perpisahan
Kalian berpisah,
yang lain masuk
kelas IPA,
kamu masuk kelas
IPS,
sekelas dengan
Patrick dan Nia.
Ruang kelas di
ujung, bangku terdepan dekat pintu.
Sangat strategis!
Yang lain di ruang
belakang dekat lapangan.
Perpisahan hanya
hitungan detik, sebab nyatanya kalian tetap bertemu tiap hari di
koridor depan X.B,
menyapa pak Mul,
menyapaku,
menyapa pak No,
menyapa .... Rizky!
Pandaan, di suatu
pagi yang cerah tahun 2009
Gila-Gilaan,
Gila-gilaan, bersama
teman-teman,
Gila-Gilaan,
Musik apaan itu,
Dhyt?
Katrok!
Kau bilang, “Keren,
tau, Bu. Dengerin, ta? Harmonisasinya keren. Beda ma musik murahan.”
Kalian pakai celana
pensil.
Apaan, Dhyt? Kayak
celananya tukang kebun.
Kau jawab, “Nih,
lagi nge-trend, Bu...”
Dan ketika Rizky,
dkk. mainkan lagu itu di pentas seni, kau tiada henti bergoyang,
mengambil gambar, dan tersenyum.
Tak apalah, Dhyt,
yang penting kamu senang.
Pandaan, 3 Agustus
2009
Sita, Hebat!
Sita, hebat! Risa,
hebat! Ifa, hebat! Ulil, hebat!
Yuvi, hebat! Yola,
hebat! Mira, hebat!
Kau bilang,
“Sekalian saja, Bu, sebut semuanya...”
Biarin, wek...yang
penting mereka semangat.
Final Voli Agustus
2009
Pulang!
“Bu, aku ingin
pulang,” katamu.
Kenapa?
“Pokoknya pulang.”
Iya, tapi kenapa?
“Kepalaku berat.”
Nih, pulang sendiri,
bawa motorku (kusodorkan kunci motor).
“Aku nggak
bisa naik motor, Bu...”
Masa, sih? Segedhe
ini nggak bisa naik motor?
“Kalau teorinya
bisa...(tersenyum)”
Ada-ada saja, kamu
ini.
“Lho, aku, lho gak
boleh naik motor sendiri?”
Ya udah, pulang,
asal di rumah ada orang. Kalau nggak ada, kita balik lagi ke sekolah.
“Masa, balik
lagi?”
Ya, ‘kan lebih
aman di sekolah?
“Ada budhe-ku,
Bu... Pokoknya anterin aku pulang. Udah nggak kuat aku, Bu.”
Pandaan, Oktober
2009
Festival Musik TD
Band apa?
“Compass,”
jawabmu.
Oh, enak, kok...
“Ya, iyalah,
Bu...”
Suatu Sore di
Januari 2010
Trisula
Kau duduk sendiri,
seperti biasa,
dengan HP di tangan,
Dhyt, aku di sini...
“Bu, band-nya
Rizky main...”
Iya, enak, kok.
Asyik.
Yudho hebat,
“Padahal nggak
kursus ya, Bu...otodidak.”
(aku mengangguk)
Suatu malam di bulan
Februari 2010
Dhyta...
Tiap kali lewat
kelasmu,
aku selalu ingin
tahu,
kamu masuk sekolah
apa tidak.
Dhyta...
Seringkali yang
jawab Nia atau Riris,
“Nggak masuk,
Bu...”
“Ke kantin, Bu...”
“Ke Rizky, Bu...”
“Paling juga, ada
di koridor, Bu.”
tapi lega kalau yang
jawab kamu sendiri,
“Bu,”
“Bu, Riris...”
“Bu, salim, Bu...”
“Bu, aku marahan
ma Nia...”
“Bu, pusing...”
“Bu, Rizky gak
bales sms-ku. Marahin, Bu.”
“Bu, bagus, ya?”
(Lensa kontak abu-abu itu memang bagus di matamu).
“Bu, ajarin
pidato...”
“Bu, naskah
pidatonya ilang...nggak papa, ya?”
“Bu, Sita, lho,
sombong sekarang, nggak pernah kumpul lagi. Alasane
proyeksi, proyeksi, proyeksi. Enak aku, ya, bu, nggak ada
proyeksi? Hahaha...”
“Bu, awas, ada pak
Mul...”
Pandaan, hampir tiap
hari sejak tahun 2009 sampai 2010
Madu
dan Racun
Malam itu, konser
J-Rock di Candra Wilwatikta,
kita bersembilan
(Betul, nggak? Bantuin ngitung, minus Donna.)
Ikat pinggang
dirampas oknum polisi, dan tiada pernah kembali lagi.
Di dalam,
kalian
jingkrak-jingkrak,
mataku membelalak.
Di rerumputan ada
sesuatu yang bergerak-gerak,
Astaghfirullah,
ular...lari di sela-sela kaki penonton yang asyik berteriak-teriak.
“Makanya naik,
Bu...” seru Imey.
Tapi tetap saja aku
tidak bisa jingkrak-jingkrak,
takut saudara ular
itu masih ada lagi yang mau lewat.
Ngeri!
“Ularnya takut
sama kita, tenang aja, bu...” seru Rani.
Toh, aku senang
lihat kalian semua senang.
Sampai-sampai kita
malas pulang.
Yudho sama Sita
masih juga berantem. Saling ledek.
Malam itu, kau naik
motor sendiri.
Jangan
kebut-kebutan, lho, hati-hati.
(Tapi kamu ngebut).
Ya, ampun.
Lupa tanggalnya,
kira-kira April tahun 2010
Tentang
Pernikahan,
Jangan sampai, Dhyt,
jangan sampai kamu
tutup buku buka terop.
“Enggak, lah,
Bu... Aku tuh, Cuma pingin tau aja.”
Memangnya pelajaran
kamu sampai di situ, ya?
(mengangguk)
Nggak pingin
kuliah dulu, ta? Katanya pingin kuliah di Surabaya?
“Bu...mesti
mbulet.”
Waduh, serius pingin
tau, ya?
“Iya. Jadi, siapa,
Bu, yang berhak nikahin aku?”
Ya, ayahmu, Dhyt.
Kalau tidak ada, ya,
kakekmu atau pamanmu dari pihak ayah.
Kalau mereka semua
nggak ada, ya, wali hakim.
“Ayahku masih
hidup, Bu.”
Katamu dulu beliau
sudah nggak ada?
“Enggak, Bu.
Ayahku ternyata masih hidup.”
Pandaan, Juni 2010
Pingin Pindah?
“Bu, aku pingin
pindah ke Surabaya.”
Kenapa?
“Sumpek, Bu.
Pingin suasana baru.”
Kenapa?
“Biar fair.”
Terus, temen-temen
di sini bagaimana?
“Apaan? Wong
aku gak direken, Bu. Podho sibuk dhewe-dhewe...”
Kalau begitu, kamu
ikutan sibuk aja, gimana?
“Owalah,”
Lha, maunya
gimana?
“Pindah ke
Surabaya.”
Sekolah dimana? SMA
8, mau?
“Kok, SMA 8?”
Biar kamu ada
temannya,
“Siapa?”
Tita, mantannya
Patrick.
“Aku maunya yang
deket TP...”
Oh, SMA 6? SMA
Girly, nggak punya lapangan bola, dan sering dikunjungi
pejabat.
“Girly?”
Pinggir kaly.
Kalimas. Next to Grahadi. Kalau malam, depannya banyak cewek
cantik tapi sebenarnya cowok, Girly.
(tertawa) “Gak
ada lainnya, ta, Bu?”
Kenapa juga, pindah?
Anak remaja itu kalau bisa serumah dengan orang tua, biar ada yang
ngawasi. Kalau nggak ada yang ngawasi, kena
pengaruh pergaulan, terus rusak, banyak contohnya. Mau rusak apa
bener?
“Lha, aku
sumpek, Bu.”
Ya, udah. Semua
orang juga sumpek. Namanya saja hidup. Ngapain juga dipikir, Dhyt?
“Lama-lama bu
Riris kayak bu Eny...”
Pandaan, kalau tidak
salah bulan Juli 2010
Kisahmu,
Kau banyak cerita
tentang hari-harimu yang melelahkan,
les Matematika,
kursus piano,
kursus bahasa
Inggris,
kursus apalagi, sih?
Keluargamu, betapa
kau ingin mereka bersatu.
Mamamu, betapa kau
ingin berbincang lama dengan beliau, tak sekedar basa-basi semenit
dua menit, dan betapa kau ingin beliau berhenti bekerja.
Ayahmu, betapa kau
penasaran beliau ada dimana, dan betapa kau ingin bertemu dengan
beliau untuk sekedar mengucapkan, “Pa, aku udah gedhe... Aku bisa
ini, aku bisa itu...”
dan satu-satunya
informasi yang kau punya hanyalah,
beliau tinggal di
Malang!
Pandaan, 11 Agustus
2010
Rapor
Rizky
Dhyt, Rizky, lho,
suruh belajar.
Rapornya jelek.
“Udah, Bu. Dia aja
yang malas.”
Kelelahan, mungkin,
Dhyt. Tahu gitu nggak usah masuk IPA.
(kamu cemberut)
Pandaan, 5 Januari
2011
Belajar Toefl
“Bu, belajar Toefl
ma Sita n Donna kok gak ngajak-ngajak aku, sih?”
Lho, lha kamu
gak minta. Ayo, lho, belajar bareng. Jumat pulang sekolah, ya?
“Kasih tau
aku, ya, Bu? Bener, lho.”
Iya, pasti.
“Ntar nggak jadi
lagi kayak dulu?”
Kalau kita panjang
umur, ya, jadi, lah, Dhyt...
“Bener, ya?”
Iya. Insya allah.
“Sms aku, Bu...”
kamu berlalu dengan senyum.
Aneh, akhir-akhir
ini kamu ceria sekali.
Pandaan, 10 Januari
2011
Tentang
Sarapan,
“Bu, kalau makan
banyak, ya? Pantesan gemuk.”
Kata anak-anak kelas
X, nggak apa-apa kalau aku gemuk, yang penting sehat.
Lagipula, sarapanku
ini, yang banyak ‘kan lauk dan sayurnya saja? Nasinya, lho,
sedikit. Daripada kamu, tiap hari soto, nggak ada sayurnya.
Ada MSG-nya lagi.
“Aku seneng, tapi.
Lha sayur sekarang bahaya juga, nyemprotnya pakai pestisida.”
Iya, ya, repot juga.
Apa-apa bahaya. Makan apa, dong, kita?
“Makan yang ada
aja. Ngapain dipikir?”
Hahaha, bisa saja,
kamu, Dhyt...
“Yang penting
doa.”
Betul. Soal beracun
tidak beracun, serahkan saja pada Illahi. Tetanggaku aja, kalau
makan, nasinya ditaburi MSG, tapi sampai sekarang kok nggak
mati-mati.
“Belum waktunya,
Bu. Ada juga baru lahir langsung mati. Padahal belum merasakan MSG
apalagi pestisida.”
Eh, sebentar. Kamu
kok sering nemenin aku sarapan?
(Nggak pelajaran,
ta?)
“Ssstt....”
Suatu Senin, Januari
2011
Di
Kelasmu,
Hari ini aku masuk
kelasmu,
kata bu Arlita, kita
harus bahas Crop Circle.
Aduh, empat anak
masih di luar, ya?
Heran, deh. Aku kok
tidak merasakan kehadiranmu, ya, Dhyt?
Padahal kamu duduk
di depan sendiri.
Hanya semeter dari
aku.
Pasti waktu itu kamu
diam saja.
Nggak seperti
biasanya, deh.
Pandaan, 19 Januari
2011
Hari
Terakhir
Di koridor samping
11-IS1, pagi-pagi sekali, Jumat itu, kita bertemu,
“Bu?”
Ya?
Kau cium tanganku
dan aku pun segera berlalu, dan kau pun segera berlalu.
Ah, aku lupa
mengingatkanmu. Kita belajar Toefl nanti siang.
Terlanjur pergi kau.
Siang itu aku sudah
bersama Sita dan Donna.
Aku SMS kamu, tiada
kamu balas.
Aku telepon kamu,
tiada kau angkat.
Dhyt, kamu dimana,
sih?
Kami kosongkan
tempat duduk di depan BK untuk kamu, Dhyt.
Barangkali kamu
kembali.
“Nggak
mungkin, Bu. Dia, lho udah pulang naik motor tadi, boncengan
sama Riris,” kata Sita.
Iya, ta? Udah bawa
motor sendiri, dia? Beneran?
“Lha wong aku dari
kopsis, Bu. Aku hampir ditabrak tadi. Dia bilang ‘bye-bye’
ke aku.”
Kok nggak kamu ajak
ke sini?
“Lho, mana tau
kalau bu Riris ngajak Dhyta juga...”
Owalah, Nduk,
Nduk... Aku dari tadi naruh fotokopian di sini ini ‘kan
buat dia?
“Ya, maap...”
Aku SMS kamu, Dhyt.
Dimana kamu, Dhyt? Kembali, Dhyt. Kita belajar Toefl sekarang.
Sia-sia, Dhyt, aku
miscall-miscall kamu.
Lalu malam yang
gerimis itu aku berdiam di depan monitor, online aku, Dhyt.
Warnet dekat sekolah
sedang sepi.
Aku buka account
buat menyapa murid-murid atau sekedar ngomment status orang.
Hunter nge-chat
aku.
Masya allah, Dhyt...
nggak mungkin? Inna lillahi wa inna ilaihi raa jiuun...
Selamat jalan, Nak.
Semoga allah senantiasa menjagamu.
Aku ke rumahmu.
Pukul 21.05 WIB. Kamu telah datang.
Kamu diam. Aku di
dekatmu, Dhyt. Aku semeter dari kamu.
Kamu nggak
sendirian, kok. Kita banyak di sini,
tapi kamu diam.
Aku ingin cium
tanganmu untuk terakhir kali,
tapi kamu diam.
Aku beringsut
keluar,
dan kamu diam.
Kamu tiada
memanggilku seperti kala aku pergi meninggalkanmu.
Kini aku rindu
seruanmu, “Bu, bu Riris.”
Kami di sini, Dhyt.
Kami ada di dekatmu.
Jangan kemana-mana
lagi.
Pandaan, 21 Januari
2011
Dengar,
Dhyta...
Dengar Dhyta,
Saat ini aku tidak
ingin bertemu siapapun.
Sebagian jantungku
telah pergi,
menyertai
kepergianmu ke alam baka.
Biarkan saja aku,
meratapi hari-hari
yang lewat tanpa sempat,
walau terlihat di
kejauhan, entah mengapa,
kita bertukar kata
dan cerita tak seperti biasa.
Waktu begitu jahat
menggulung kita lamat-lamat,
dan aku ini tidak
sedang merengek, apalagi menghujat.
Aku hanya merasa
sedang mengayuh biduk ke hilir.
Jangan hiraukan aku.
Aku hanya mencoba
mengenang hari-hariku bersamamu,
yang tiba-tiba
direnggut keangkuhan hujan,
hujan yang sedikit
namun banyaklah yang basah,
di hari tersentaklah
kami bertiga,
karena baru sadar
bahwa kami,
akhir-akhir ini,
abaikan kamu, Dhyta.
Sidoarjo, 23 Januari
2011