Kamis, 23 Mei 2013

Cerpen-Pada Sebuah Gerbang

"Bu, aku lelah dengan ini semua," keluh Rara. Gadis berambut gelombang itu memang tampak kelelahan. Hari-hari belakangan terlalu berat bagi penyuka nasi pecel itu. Aku dengar dari temannya kalau kemarin ia dilabrak Sara.

"Aku ingin berhenti. Aku ingin melanglang buana. Aku ingin bertemu dengan orang-orang baru," katanya lagi tanpa memandangku sedikit pun.

Aku menyandarkan diri ke dinding. Bangku taman yang kududuki kebetulan selesai dipakai syuting film Sosiologi, jadi masih ada di samping kelas X.K yang berdampingan dengan taman dan kolam itu. Suara gemericik air kolam serasa menenangkan jiwa. Begitu pula kicauan burung-burung kecil berkepala oranye yang banyak bersarang di atas pohon Trembesi yang teduh. Oh, betapa mereka semua seperti sedang berkonser untukku.

"Ra, aku sepertinya lebih lelah lagi daripada kamu. Aku seperti tak lagi bernyawa, sebab ada yang merampas hatiku dengan semena-mena, tanpa aku tahu penyebabnya, tanpa aku tahu salahku apa. Bahkan sampai detik ini pun aku belum mendapat penjelasan apa pun," kataku pula.

"Sabar, Bu... Murid ibu tidak cuma satu itu. Ibu masih punya seribu tujuh belas murid lagi... Apakah karena satu orang saja ibu mengorbankan profesionalitas pekerjaan?" saran Afi, gadis berambut lurus pendek dan penggemar Lee Min Ho itu. 

Aku melirik sebentar kepadanya. Hari ini dia bijaksana. Kemarin dia menangis karena remidi Kimia-nya masih juga jelek. Tak seperti aku yang tetap tersenyum walau nilai-nilai MIPA-ku jelek. Kalau tidak naik kelas, ya sudahlah. Buat apa dipikirkan.

Tapi tentang masalah satu ini kenapa aku tidak bisa se-ringan itu? Hanya karena seorang murid yang tiba-tiba berubah sikap dan menjaga jarak dariku, aku jadi sedih luar biasa. Serasa jantungku tak lagi teraliri darah segar, dan hatiku hujan deras adanya.

"Tak usah risaukan dia lagi, Bu. Barangkali benar kata guru-guru lain, bahwa dia berbaik-baik hanya untuk menjilat ibu, agar dapat nilai bagus."

Aku tak mau meyakini itu. Bagiku, dia tetap anak yang baik, apa pun kata kalian. Tanpa aku dia pasti bisa mendapatkan nilai yang bagus. Tanpa menjilatku, aku yakin dia tetap mendapat nilai cemerlang dariku.

Aku berujar lagi, "ketika kalian menyarankan aku untuk memberinya coklat, aku langsung lakukan walau aku merasa canggung untuk melakukannya, apalagi berdekatan dengan hari Valentine. Apa kata teman-temannya coba? Nanti dikira aku ada apa-apa sama dia. Terus, kalian suruh aku beri kado ulang tahun. Aku juga menuruti kalian. Yah, meski, jujur saja, aku merasa aneh sebab lama tidak berkomunikasi kok tahu-tahu kasih kado?"

Rara menghela napas. Beberapa waktu yang lalu dia terkena pneumonia. Pasti tarikan napas itu berat baginya. Ditambah lagi beban masalah dariku. Belum lagi dia dijauhi teman-temannya.

Terdengar bel tanda masuk berbunyi. Aku ada kelas di X.J, tak jauh dari kelas X.K tempat aku duduk-duduk saat ini. Aku tidak ingin perasaanku terbawa ke dalam kelas. Aku harus profesional. "Aku harus pergi, kalian juga," ujarku pada kedua penghuni XI.IA1 itu. Mereka tak bergeming.

Kelas mereka jauh--harus berjalan melewati deretan gedung laboratorium Fisika, ruang guru, gedung laboratorium Bahasa, dan kamar mandi. Kalau mereka tidak bersegera, tentu akan terlambat masuk. Kalau mereka sampai terlambat masuk, tentu hasilnya adalah poin afektif mereka terpotong.

"Kalian harus kembali," kataku lagi.

***

Putriku tidur kala aku tiba di rumah. Akhir-akhir ini dia sering tidur sore hari. Setelah UNAS, hidup terasa membosankan, katanya. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Setiap hari kegiatannya hanya menonton televisi saja. 

Kulihat matanya yang tertutup rapat. Pasti membosankan juga kalau aku jadi dia. Namun aku tak sampai hati membiarkannya bekerja paruh waktu seperti teman-temannya yang lain. Aku masih mampu memberinya uang saku, alasanku saat ia minta ijin.

Aku tak sampai hati pula hendak mengabarkan sesuatu. Aku takut dengan reaksinya nanti, jadi aku menyibukkan diri sembari menyusun-nyusun kata. Kebetulan setrikaan sedang menumpuk.

"Ma..." panggilnya lirih dari sofa beberapa saat kemudian.

"Apa?"

"Sudah dari tadi?" tanyanya sambil berjalan ke arahku. Aku mengangguk. "Ma, tadi di televisi ada berita kalau Jawa Timur UNASnya terbaik."

"Oh, ya?" aku masih terus menyetrika.

"Semoga kami lulus semua, ya, Ma... Doain SMANAM lulus semua, ya... Takut e ada yang nggak lulus."

"Iya, semoga lulus semua..."

"Oh, ya, Ma. Tadi di berita juga ada pemutasian guru dan kepala sekolah, lho."

Aku berhenti menyetrika. Apakah aku harus ceritakan sekarang? Bagaimana kalau dia tidak bersedia pindah? Bagaimana kalau ternyata dia lebih memilih ikut ayahnya di Surabaya?

Tenggorokanku tercekat. Aku kembali menyetrika. Aku belum siap berterus terang.

"Ma...."

"Mama takut kamu belum siap mendengar ini semua."

"Ma, apapun yang terjadi, mama yakin, deh, Maya bakalan tetep nemenin mama, kemana pun mama pergi."

"Janji?"

Diacungkannya jari kelingking tanda janji.

"Mama dimutasi ke Jember."

Mukanya tiba-tiba berubah cerah. "Asyik, tau, Ma.... Di sana tuh, ada pantai terindah se-Jawa. Pantai Papuma, Ma... Dari dulu aku pingin ke sana. Pasti seneng aku di sana, Ma. Aku bisa kuliah di UNEJ, atau kalau tidak diterima, aku bisa kuliah di universitas swasta."

"Jadi beneran, kamu nggak sedih?"

Dipeluknya erat-erat tubuhku. Aku senang dia mau menerima kepindahanku.

***

Hari ini hari terakhirku di SMAN 2 Gedangan. Berkas-berkas di gudang telah aku bawa pulang sehari sebelumnya. Kini saatnya berpamitan pada guru-guru dan ketiga siswi manis kelas XI.IA1. Sayangnya mereka sedang mengikuti ulangan. Terpaksa aku menulis surat untuk mereka.

Sidoarjo, 23 Mei 2013

Buat : Afi, Rara, dan Nana



Dear Afi, Rara, dan Nana,
Aku adalah aku, bukan orang lain, jadi jangan samakan aku dengan orang lain. Aku begini, orang lain begitu. Ya sudah. 
Aku sering ceplas-ceplos, sering menyakitkan. Ya, maaf.
Aku sesekali membuat kalian menangis. Ya, maaf, toh hatiku juga deras kala kalian menangis dan emosional karena aku. 
Maaf kalau kalian sampai dijauhi sahabat-sahabat kalian karena aku, karena membela aku yang bukan siapa-siapa ini. Maaf. Maaf juga kalau kalian sampai tidak berani pergi ke kantin karena takut dengan mereka.
Kalian tidak perlu melakukan ini semua demi aku. Kalian tidak perlu ikut-ikut dimusuhi gara-gara aku. Kalian nikmati saja masa belajar kalian di SMA yang cuma 3 tahun itu. Jangan mengorbankan diri demi aku. Aku tidak layak kalian bela. 
Aku terima apa yang Tuhan tetapkan untukku. Kalau mereka yang memusuhiku belum juga insyaf suatu saat nanti, aku ikhlas. Aku ikhlas sejak sekarang. Kalian tak perlu berkeberatan dengan segala sikap mereka.
Aku sudah selesai. Kita sudah selesai.

love,
Memem


Kulipat surat itu dan kumasukkan amplop putih. Kepada teman sekelas mereka yang sedang pergi ke kamar mandi kuminta tolong serahkan seusai ulangan. Dengan langkah pasti kuberjalan menuju gerbang, gerbang baru babakan hidupku.
Sekian

Rabu, 22 Mei 2013

Drama Class 2012

This is another activity in Drama class that I did with Elf/Bon Courage.



Drama
Task 1  : Read or listen to the following play being read. It is a different version of the fairy tale Rara Anteng and Jaka Seger. In this version, things are rather different to the original.
Scene 1:
(Narrator, FX, Fairytale Voice, Jaka Seger, Rara Anteng, Guard)
Narrator
Have you ever wondered why they named Tengger to the people living around Bromo
mountain? Have you ever heard the story about Rara Anteng and Jaka Seger? Well, there have been many stories about it but this one can be different and you should watch until the end…
FX
SOFT COURTLY MUSIC
Fairytale Voice
Once upon a time there was a handsome monk who lived in a temple near a forest. One day, when he was doing meditation, a beautiful princess came with her troops. She wanted to ask for a drink.
Narrator
Well, now, let’s get the facts straight. Jaka Seger was not handsome. Oh, he was a monk all right. He lived in a temple with the other ten or eleven monks and they went to the village once a week to get charity.
Jaka Seger
(doing meditation under an big tree)
Narrator
When he was doing that, his mind went everywhere.
Jaka Seger
That’s not true! I’m always focusing on God. Ladies and gentlemen, don’t trust her.
FX
NOISE OF RUNNING HORSES
Narrator
Then a group of hunters came. The leader was a beautiful princess. She wore a crown made of bottles’ cap.
Rara Anteng
(staying on her horse) Guard, ask for some water to the monk.
Guard
(coming and bending) Alright, Your Highness… (going away)
(coming to Jaka Seger and bending) Hello, excuse me….
Jaka Seger
(no response)
Guard
(waving hand) Hello…. (sighing) Hello…. (desperately going back to Rara Anteng and then bending) I’m sorry, Your Highness, he didn’t answer me.
Rara Anteng
(thinking) Alright, I’ll go by myself. Wait here. (Getting off of the horse and walking to Jaka Seger. (Standing in front of the monk and folding hands together) Oh, what a beautiful bird that is! (looking at the big tree as if there was a bird)
Jaka Seger
(listening to the lady’s voice, slowly opened his eyes)
Rara Anteng
(bending down and then sat down on her knees facing the monk) Here you are, now give us some water or I’ll…
Jaka Seger
Or I’ll what? (calmly voice)
Rara Anteng
Aren’t you afraid of me? Don’t you know who I am?
Jaka Seger
Does it matter to you? I don’t care who you are!
Rara Anteng
Well, let me tell you, I’m the daughter of King Brawijaya! Now what are you going to do? Huh?
Jaka Seger
(Standing) look, I don’t care! You can have some water from the well over there (pointing to a well) and never disturb my meditation again, you spoilt princess!
Narrator
So the troop took some water from the well and continued their journey. After their first meeting, Rara Anteng could not forget the monk. She kept thinking about him. Then she planned to see Jaka Seger by herself. It took half a day to get to the temple. Unfortunately, she could not see Jaka Seger because he went to other village for three days. So she went home and stayed in her room for days. Thinking of the monk made her ill. The king had called some doctors but they couldn’t cure her.


Scene 2
(narrator, FX, Rara Anteng, Jaka Seger, Fairytale voice, head of monks)

Fairytale voice
Rara Anteng’s condition was getting worse. Now she could only lie down on her bed. King Brawijaya worried about it. He called for the monks to pray for her.
King Brawijaya
I love my daughter very much, ladies and gentlemen. I don’t want her to be dying like this. Please pray for her just in case that Lord might take her soul sooner.
Head of Monks
Your Majesty, we will pray so that Princess Rara Anteng can get better… (bending)
Jaka Seger
Excuse me, Your Majesty, could I see her for a while? Perhaps, I can do something to cure her…(bending)
King Brawijaya
(silent for a moment) Please do, sir. At this moment, any medication won’t change anything.
FX
SOFT AND MELANCHOLY MUSIC
Jaka Seger
(bending and going inside) Your Highness, can you hear me? (touching Rara Anteng’s hand) I’m Jaka Seger, the handsome monk. We met a month ago.
Rara Anteng
(talking quietly with eyes closed) Don’t pretend to be the man I love, the man who had yelled at me, but I really miss him, the man who stole my heart.
Jaka Seger
(smiling widely, knowing that the princess actually pretended to be ill) Oh, what a long sentence you made, you desperate lady…
Rara Anteng
(looking at Jaka Seger) Stop playing tricks on me! I won’t wake up and satisfy those people. Go away… I don’t want to see you again (looking other side)
Jaka Seger
How can you say that? I travelled many miles to see you here and now you’re sending me away? Oh, princess, don’t you want to know how difficult it is to be a monk. I may not touch any girl, although I like her very much, although I really love her, although I spent many nights on thinking of her,
Rara Anteng
Stop… I can’t stand it anymore. You know I looked for you but you were never there.
Jaka Seger
(sighing) I am desperate and lonely. I need love but I can’t have one. I’m a monk. I shouldn’t marry any lady.
Rara Anteng
I can ask! (stepped down from the bed and walked out)
Jaka Seger
(smiling) Now she’ll be fine.
Narrator
Not yet, brother.
Rara Anteng went to see her father, king Brawijaya to ask for his permission. She told him that she really wanted to marry Jaka seger.
King Brawijaya
You should not marry him, he’s a monk! A noble lady shall never marry a monk. Their marriage will be cursed.
Rara Anteng
…but, father, I can never live without him. He’s always in my mind all of the time.
King Brawijaya
No, my dear daughter. You have to listen to my words. Get in and I’ll get you a prince to marry.
FX
SAD MUSIC
Narrator
Rara Anteng was so sad. She got in and packed some clothes. She told her loyal nanny to prepare a horse for her.

Task 2 : Answer the following questions
1.      What does the word ‘spoilt’ mean? Why is this a good label for Rara Anteng?
2.      What was Jaka Seger doing when Rara Anteng and the troops came?
3.      What are the personalities of Rara Anteng?
4.      Was Rara Anteng really sick? Give your reason.
5.      Why did Rara Anteng pack her clothes in?

Task 3  : complete the sentences below. Use the words in the box to help you.
Rounded Rectangle: Impatient       naughty       spoilt      angry       bossy      bad-tempered       patient      kind        talkative 




1.      I think the princess is……………………..because ………………………………………….
2.      I think Jaka Seger is………………………….because…………………………………….....
3.      I think King Brawijaya is……………………..because………………………………………
4.      I think …………………………………………………………………………………………
5.      I think………………………………………………………………………………………….

Task 4  : write down what you think happen next. Use these questions to help you to plan.
Where will the princess go?               Who will she meet?
How will she survive?                         Will the king send some guards to pick her up?

Investigations
You can find out more about a character in a text by looking at :
·         How he or she speaks
·         What he or she does