Dulu, ketika anda semua masih siswa TK atau SD, apakah anda menikmati upacara bendera hari Senin? Apakah anda terharu ketika bendera dikerek sambil diiringi lagu Indonesia Raya? Apakah hati anda ikut tergetar ketika Susi Susanti berdiri di depan Sang Merah Putih sambil meneteskan air mata saat memenangi medali emas Olimpiade Barcelona 1992?
Atau sebaliknya? Atau anda ikut-ikut menghujat kesalahan anak-anak bangsa ketika mobil listrik menabrak tebing, pesawat terjatuh dengan dugaan terganggu sinyal telepon genggam, seorang peserta UN menggunakan telepon genggam, pulau terjual ke pihak asing, seorang kepala sekolah mencabuli 12 murid, politikus ulama terlibat korupsi, pemerasan oleh paranormal, dst.?
Apapun jawaban anda, saya ingin tekankan bahwa kita perlu memisahkan antara fisik dengan non fisik, subjek dengan objek, oknum dengan kasus. Jangan sampai kita menggadaikan rasa nasionalisme kita kepada kriminalitas atau bahkan kriminalisasi atas suatu objek. Alangkah indahnya hidup ini jika kita bisa sebijaksana bunda Theresa yang memiliki prinsip "Love the sinner, hate the sin" sehingga tidak perlu terjadi hujat-menghujat antar sesama anak bangsa.
UN 2013 kacau balau, 11 propinsi ditunda Kamis, 18 April: Ya sudahlah, mari benci penundaaannya, mari benci kekacauannya, mari benci ketidak-valid-annya, tapi sebagai sesama anak bangsa, marilah saling mengingatkan dengan bahasa yang santun. Mari kita temukan solusi bersama atas masalah ini, misalnya, UN tak perlu ada lagi, diganti Eva Arnas (Evaluasi Akhir Nasional), atau dibuat sistem UNC (Ujian Negara Cicilan), atau lebih bagus lagi kalau cukup Evaluasi Kelas oleh tiap guru. Mengenai kekhawatiran akan penurunan Education Development Index (EDI) saya kira tidak perlu seheboh saat ini. Mari belajar dari negara-negara lain dimana peningkatan profesionalisme tenaga pendidik benar-benar mendapat porsi lebih banyak. Mengapa tidak meningkatkan pengawasan terhadap guru-guru? Mengapa tidak memberi sanksi tegas bagi siapapun yang mencederai pengingkatan kualitas pendidikan? Mengapa tidak menyediakan fasilitas pendidikan yang murah dan berkualitas?
Pesawat LA jatuh di bibir pantai dekat Bandara Ngurah Rai: ya sudah, mari benci kecelakaannya, tapi jangan benci penumpangnya yang sebagian besar orang Indonesia yang terduga menggunakan telepon genggam saat pesawat akan mendarat. Mari saling mengingatkan satu sama lain bahwa sinyal telepon genggam, gameboy, Ipad, notebook, dll. dapat mengganggu sistem navigasi pesawat dan mari kita tingkatkan kesadaran bersama bahwa keselamatan itu penting, baik di darat, laut, maupun udara, tidak hanya ketika di udara saja. Buat apalah kita menghujat penumpang pesawat yang tetap menyalakan telepon genggam di dalam kabin tapi kita sendiri belum punya SIM C kemana-mana bepergian dengan sepeda motor, tanpa helm pula!
Janganlah merasa lebih pintar dengan menghujat orang lain yang lalai mematikan gameboy tapi diri kita sendiri masih mau menyontek saat UAS apalagi beli kunci jawaban UN dari joki-joki LBB.
Barangkali kita perlu melihat kembali ke masa lalu saat kita masih di dalam barisan upacara dengan tangan menghormat dan dada bergemuruh saat mendengar lagu Indonesia Raya dinyanyikan:
Indonesia, my homeland,
where I shed my blood,
There I stand to be the leader of my motherland.
Indonesia, my nationality,
my nation, and my homeland,
Let's exclaim: Indonesia, Unite!
Long live, my land,
Long live, my country,
my nation, my people, entirely,
(Maaf, takutnya ada yang sudah tidak bangga lagi berbahasa Indonesia)
Kita hanya diminta kesadaran untuk mencintai tanah air, bukan mengorbankan jiwa-raga. Mari kita semua bersatu dan saling parcaya. Masih banyak hal lain yang bagus dan menggembirakan tentang negeri ini. (JR/17042013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar