English
Club yang ada di SMAN 1 Pandaan sekarang ini dirintis oleh Carrie Freshour,
peserta program AMINEF yang ditempatkan selama delapan bulan. Beliau mewajibkan
peserta didik SMAN 1 Pandaan untuk mengikuti kegiatan yang beliau namai English
Club yang bertujuan memberikan paparan bahasa Inggris pada peserta didik.
Kegiatan itu berupa makan bersama (peserta didik diminta mendeskripsikan
makanan yang disajikan, menjelaskan cara membuatnya, cara memakannya),
jalan-jalan (peserta didik diminta menjelaskan berbagai hal mengenai tempat
tujuan beserta segala seluk-beluknya), karaoke bersama (peserta didik
menyanyikan lagu berbahasa Inggris), atau mengadakan acara pertukaran budaya
(peserta didik mengenakan pakaian adat dan memperkenalkan budaya melalui
makanan, pakaian, lagu, dan kesenian tradisional lainnya).
Selama
kegiatan ini berlangsung, sebagai guru pendamping, saya mengamati bahwa peserta
didik diajak belajar tanpa menyadari bahwa mereka sedang belajar. Seluruh inti
pembelajaran tertampung dalam kegiatan, baik learning to know, learning to do, learning to be, learning to live
together, maupun learning to learn.
Pembelajaran seperti inilah yang boleh kita sebut sebagai pembelajaran modern.
Learning to know. Dalam kegiatan pembelajaran baik
formal maupun informal, peserta didik belajar cara memperoleh pengetahuan
dengan memancing keingintahuan mereka. Sebagai contoh, Carrie menunjukkan
sebuah poster besar dengan gambar seorang pria yang sedang menelepon. Beliau
lantas memancing peserta didik dengan pertanyaan-pertanyaan. Di lain waktu,
beliau memutar film pendek. Intinya adalah peserta didik dibuka wawasannya
tentang dunia luar.
Learning to do. Setelah dibuka wawasannya, tentu
peserta didik kemudian belajar melakukan. Satu yang paling berkesan yakni
ketika anak-anak diminta menulis pesan pada dunia dalam secarik kertas bekas
dan difoto untuk dipublikasikan dalam jurnal internasional (belakangan saya
juga tahu bahwa pak Wanta, guru bahasa Perancis, menampilkan dua foto di jurnal
internasional beberapa bulan setelahnya). Pesan-pesan tentang pelestarian
lingkungan ini ditempelkan di dinding kelas.
Learning to be. Menjadi pribadi yang tangguh,
kreatif, jujur, terbuka, bertanggung jawab, disiplin, menghargai sesama, dan
menghormati perbedaan merupakan tujuan terselubung kami. Tanpa disadari, segala
kegiatan yang dijalani peserta didik, membentuk mereka menjadi anggota
masyarakat dunia dengan karakter serupa itu. dalam game di kelas atau di luar kelas, secara tidak sadar mereka belajar
untuk menjadi seperti itu.
Learning to live
together.
Jelaslah kemudian ternyata peserta didik diajak belajar hidup bermasyarakat
dengan segala perbedaan. Kepada peserta didik ditanamkan paham bahwa tiap
individu itu unik. Kunci kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup bermasyarakat
adalah menerima keunikan itu. syukur-syukur bisa memanfaatkannya untuk
kemaslahatan khalayak.
Learning to learn. Akhirnya semua kegiatan English
Club bermuara pada terbentuknya pribadi yang mampu belajar dari segala hal di
segala situasi. Belajar menyesuaikan diri dengan suasana baru juga tentu
menjadi kebutuhan semua orang. Melalui berbagai kegiatan, peserta didik
akhirnya mendapatkan bekal untuk mengasah kemampuan berpikir dalam semua
tingkatan dan secara tidak langsung mereka terasah juga ketrampilan dan
sikapnya.
Sepeninggal
Carrie, saya tetap melanjutkan apa yang sudah beliau rintis meski dengan kaki
terseok-seok bersama beberapa peserta didik yang berminat untuk melanjutkan.
Kami juga sesekali memenuhi kebutuhan peserta didik untuk kemampuan Toefl atau
ToEP. Pernah juga kami mengikuti even di sebuah kampus di Surabaya atas
dukungan alumni dan orang tua/wali murid.
Pada
tahun 2013, secara mengejutkan, komunitas ini dipanggil sebagai ekstra
kurikuler saat MOS dan diminta mengikuti promo ekstra. Padahal, tidak terbayang
sebelumnya untuk menjadikan English Club sebagai sebuah ekstra kurikuler. Dengan
setengah hati kami mengikuti kehendak Entah Siapa itu. di tahun ini pula ada
yang memanfaatkan English Club dengan menyampaikan ke orang tua kalau aktif
padahal main entah kemana bersama teman-temannya.
Tahun
demi tahun berlalu, terbersit keinginan untuk mengukir prestasi di bidang
bahasa Inggris. Tujuan telah ditetapkan, prosedur dirancang, dan strategi pun
dijalankan. Untuk target ini, saya dan peserta didik meminta bantuan bu Arlita
Dwi Amilawati juga. Beliau sangat banyak membantu melalui ide-ide dan strategi
yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Sedangkan untuk exposure dan ide-ide kecil
tetap saya asah. Dengan latihan dan kerja keras, akhirnya trophy pertama berhasil diraih, juara 1 Story Telling tingkat Jawa Timur, yang diselenggarakan UNAIR
Surabaya. “This is for you...” adalah
kata-kata yang tak akan saya lupakan kala Widi Kurniawati, siswi semester 3
jurusan MIA(1) menunjukkan trophy itu
seusai upacara hari Senin. Betapa bahagianya kami.
Tak
menunggu lama, datang lagi sebuah tantangan, lomba pidato. Kami pun bergerak
lagi untuk menjaring ide, memantapkan tema, mengasah pronunciation, dan tak lupa, meminta bantuan bu Arlita lagi. Tiba
saat lomba berlangsung, kami deg-degan. Widi Kurniawati tampil memuaskan dan
gelar juara 1 berhasil dibawa pulang. Tidak rugi kami begadang semalaman demi
memberi exposure dan berdiskusi.
Merepotkan bu Arlita juga di rumah beliau padahal baru selesai operasi empedu.
(Nama-nama
anggota dari tahun ke tahun: Solichatul Ilmiah, Winda Meidiana, Fastin, Chrusty
Nuril, Widya Nur Mashita, Maula Zahara, Lisya Friestyananda, Savira Lukmana, Widi Kurniawati, Nishro
Haq, Sarah, Diana, Erin, dst. Banyak yang terlupa sedangkan daftar hadir ada di
Nishro saat artikel ini ditulis.)
Malang,
15 Juni 2015
